Saturday, July 4, 2009

Komunitas Streetball JPS031Ballers Surabaya

Utamakan Seni, Tampil Selalu Satu Paket

Bola basket dimainkan dalam pertandingan konvensional yang terikat oleh suatu peraturan adalah hal biasa. Namun streetball yang mengkombinasikan freestyle DJ, dance serta musik Rap dalam basket adalah suatu hal baru yang menarik.

Adalah JPS031Ballers, komunitas basket konvensional dan streetball terbesar di kota Pahlawan ini. Berdiri sejak 2005, komunitas ini merupakan gabungan antara pebasket-pebasket konvensional John Player Special (JPS) dengan 031Ballers yang mengusung freestyle dalam bermain basket. Sungguh suatu kombinasi inovatif dalam suatu komunitas olahraga, khusunya basket.

Freestyle sendiri merupakan bagian dari streetball yang memainkan bola basket bukan sebagai permainan dalam olahraga, melainkan hanya sebagai sebuah seni. “Apa yang tidak dilakukan di basket kami lakukan di streetball. Hal tersebut dilakukan karena adanya kejenuhan-kejenuhan dalam bermain basket model konvensional yang selalu terkait dengan peraturan.” jelas Oki Indra Priyambodo, Ketua komunitas JPS 031Ballers saat ditemui di show mereka di depan Masjid Agung, Sabtu (9/5) lalu.

Tidak hanya itu, streetball juga melengkapi setiap penampilan freestyler mereka dengan DJ, musik Rap, dan dancer. Begitu juga dengan 031Ballers dalam setiap penampilan mereka.
“Di setiap show, kami selalu membawa satu paket tim kami. Mulai dari freestyler, DJ, rapper, dan tak lupa BBoy yang akan beraksi dengan breakdancenya setelah freestyler tampil.” ujar Oki. Menurutnya merupakan suatu hal yang hambar jika 031Ballers tidak menampilkan salah satu saja penampilan dari tim yang ia sebutkan satu paket tersebut.

Gaya-gaya yang dilakukan para streetballer 031Ballers dalam memainkan dan memutar-mutar bola basket tergolong unik dan semau mereka. Melompat, Memutar Bola (biasa disebut spin), Jungkir balik, hingga berakrobat sambil memainkan bola menggambarkan sekali kebebasan mereka memainkan bola basket. Seni seperti inilah yang tidak mereka dapat di permainan basket konvensional yang sarat akan aturan, adu skill, hingga adu strategi.

Selain perform, pada show tersebut 031Ballers juga melakukan coaching clinic kepada penonton yang hadir kala itu. Coaching clinic tersebut dipandu langsung oleh para streetballer dan penonton diberi kesempatan untuk maju, menjajal langsung kemampuan mereka dalam mengolah tangan memainkan bola basket. “Tidak jarang kami melakukan coaching clinic dalam show kami. Untuk show saat ini saja sebenarnya hanya sedikit rombongan yang kami bawa ke sini. Sebagian besar anggota kami banyak yang ke Ambon untuk melakukan coaching clinic streetball dan freestyle yang digelar salah satu produk rokok.” Ungkap Deni Ramlan, salah satu streetballer 031Ballers yang show malam itu.

Show-show yang dilakukan komunitas yang rata-rata usia anggotanya 14 hingga 25 tahun tersebut bukan tanpa prestasi. Event LA Streetball, pernah diraih untuk Juara 1 dan 2 Surabaya di tahun 2007, berhasil menembus Grand Final dan meraih juara 2 Nasional Streetball, serta di tahun 2008 meraih juara 1 Surabaya dan menembus Grand Final kembali.

Berbeda dengan 031Ballers yang lebih in dalam dunia pementasan, rekan satu komunitasnya, JPS, juga aktif dalam liga-liga kompetisi basket di Indonesia. Prestasi yang dihasilkanpun juga segudang. Salah satunya adalah juara 3-4 di KU-16 (Junior) PERBASI di tahun 2008.

Dampak Libur Pemilu 2009 pada Terminal dalam Kota, Bratang

SEPI PENUMPANG, SETORAN MENURUN

Libur Pileg yang diikuti long weekend membuat penjuru kota Surabaya terlihat renggang. Lalu lintas angkutan umum nampak padat di perbatasan kota namun sepi di kawasan kota. Begitu juga yang terjadi di terminal Bratang sebagai terminal dalam kota.

Pemandangan yang sangat jarang di ditemukan di Surabaya. Jalan – jalan di pelosok kota pahlawan ini mendadak sepi. Tiada kemacetan, ataupun padatnya lalu lintas. Jumlah kendaraan seakan menurun. Begitu juga dengan angkutan umum yang berlalu-lalang setiap hari nampak lebih sedikit dari biasanya.

Situasi seperti ini ternyata juga ditemukan di terminal Bratang. Terminal dalam kota yang notabene selalu padat, Kamis (9/4) lalu terlihat luang. Sedikit sekali orang berlalu lalang. Armada angkutan umum pun hanya beberapa yang beroperasi. Mulai dari bemo, bus kota, hingga becak. Penumpangnya juga tidak lebih dari separuh untuk bus kota dan bemo. Belum mencapai separuh mereka harus segera meninggalkan terminal. Padahal di hari-hari biasanya, untuk satu unit bemo baru dapat berangkat dari terminal jika penumpangnya sudah penuh.

“Orang-orang sudah banyak yang ke luar kota. Mereka pada nyontreng di daerahnya masing-masing sambil pulang kampung memanfaatkan libur panjang.” ungkap Kemal Nur, supir bemo N yang kala itu sedang stand by di terminal Bratang. Dirinya mengakui akibat libur Pileg yang berlanjut pada Paskah dan akhir pekan, penumpang jadi menurun drastis. Jika pada hari biasa bisa sampai enam kali Pulang-Pergi (PP) dalam sehari, namun untuk siang hari itu ia sudah akan pulang hanya dengan dua kali PP. “Percuma, penumpangnya Cuma 1-2 orang tiap PP” celetuknya.

Lowongnya kondisi kota dan terminal dalam kota seperti Bratang memang tak lepas dari tanggal merah yang berkelanjutan. Pemilu Legislatif kali ini bertepatan dengan sehari sebelum libur Paskah. Dan dilanjutkan dengan akhir pekan sabtu-minggu. Bagi pekerja, pelajar, serta mahasiswa yang libur pasti hal tersebut sudah dinanti-nanti jauh-jauh hari. Namun akan berbeda jika kita menanyakan ini pada mereka-mereka yang tetap bekerja di hari libur. Penghasilan mereka jelas berkurang drastis. Apalagi yang berhubungan dengan pelayanan publik seperti para supir ini.

Nurwahyudi, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terminal Bratang mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada aturan khusus bagi para supir untuk tetap narik pada tanggal-tanggal merah seperti ini. Pihak terminal tidak ikut campur dalam hal ini. Disini terminal hanya sebagai fasilitator untuk tempat singgah para angkutan umum. “Perihal libur tidaknya si supir tergantung persetujuan dengan si pemilik kendaraan yang dipakai narik. Sebab setoran yang diberikan larinya juga ke pemilik.” ujar Nurwahyudi, yang sudah 3 tahun bekerja di UPT Terminal Bratang.

Tidak hanya para supir. Nasib serupa juga diterima para makelar angkot, pedagang asongan, serta pengamen yang juga mengadu nasib di Terminal Bratang. Minimnya jumlah penumpang memaksa mereka untuk turun setoran. “Sukur-sukur sudah bisa nyetor. Untuk penghasilan sendiri kalo hari-hari libur kita jarang sekali dapat.” ungkap Nina, pengamen cilik yang sehari-harinya mengais rezeki di bus-bus kota.

Fenomena seperti ini jelas berbeda dengan terminal antar kota seperti Purabaya, Bungurasih yang jumlah penumpangnya malah membludak. Masyarakat tentunya berbondong-bondong memanfaatkan libur Pemilu 2009 ini sebagai ajang mudik dadakan di sana. Alternatif jalan darat yang ekonomis serta aman sering menjadi pilihan masyarakat kota Pahlawan.(zaq)

Ketulusan Si Nyentrik Berbalas Cepek


Jika melintasi pertigaan jalan Kutisari Selatan Surabaya di sore hari, kita akan bertemu dengan sosok seorang polisi cepek pengatur lalu lintas yang berpakaian serta berdandan unik bin nyenrtrik. Sambil mengibarkan bendera merah di tangannya, Ia seakan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar yang melintasi pertigaan tersebut.

Adalah Sutrisno, seorang polisi cepek yang berbeda dengan polisi cepek lainnya. Tidak hanya sekedar mengatur lalu lalang kendaraan, tetapi juga menjadi sarana “hiburan” bagi siapa saja yang melintas di pertigaan tersebut. Setiap harinya ia selalu mengenakan kostum yang berbeda-beda, bahkan kostum tersebut terkadang disesuaikan dengan tema-tema tertentu. Misalnya, mengenakan kostum tentara pada saat Agustusan, kostum sinterklas di saat Hari Raya Natal, hingga baju khas jenderal ketika almarhum mantan Presiden Soeharto meninggal dunia.

Berawal ketika melihat pertengkaran antar pengendara mobil yang saling tidak mau mengalah di pertigaan tersebut, Sutrisno akhirnya berinisiatif untuk mengatur pertigaan dengan kostum serta dandanan unik. ” Semoga dengan saya berdandan aneh-aneh seperti ini dapat menghibur para pelintas jalan yang sering emosi ketika berkendara. Dengan begitu, tidak akan lagi terjadi pertengkaran seperti yang pernah saya jumpai beberapa tahun lalu.” ungkap lelaki yang akrab dipanggil Sutris ini.

Sutris yang sehari-harinya juga mengumpulkan barang - barang bekas dengan becaknya, mengakui bahwa sejumlah seratus kostum lebih yang ia miliki diperolehnya dari pemberian orang, sisa-sisa kain perca tukang jahit, hingga memungut potongan barang bekas dan sampah.

Tidak ada niatan sedikitkun dalam benaknya untuk memperoleh keuntungan sebagai polisi cepekan. Niat lelaki asal Banyuwangi ini tulus untuk mengatur sambil menghibur para pelintas jalan. Namun sangat disayangkan niat baik Sutrisno bagai gayung tak bersambut. Tidak sedikit yang mengiranya orang tidak waras. Bahkan, anak-anak kecil sekitar pada awalnya takut pada Sutrisno karena dikira orang gila. ”Banyak orang yang tertawa sampai heran jika melihat saya. Namun kini hal tersebut sudahlah biasa bagi saya. La wong niat saya menghibur kok!” tukas Sutris sambil tertawa jenaka.

Setiap hari Sutrisno bekerja dari pukul satu siang hingga duabelas malam. pengabdiannya sebagai polisi cepek sukarela, Ia hanya mendapatkan sekitar Rp 70.000,- per hari. Namun jika sedang ramai, pendapatannya bisa mencapai Rp.150.000,-.(zaq)